Tentang Rasa Malu



Tiada pernah ada raut kesedihan dalam jiwa sang mentari, walau sendiri menyinari alam raya ini dengan sinarnya sendiri. Walau bersinar sendiri, tak pernah merasa sedih bahkan iri apalagi dengki dengan yang lainnya dalam menjalani rona lika-liku kehidupan yang ia miliki. Malu aku, mentari tak pernah merasa butuh yang lain ketika waktu menunjukan tugasnya. Terkecuali telah habis takdirnya dalam bertugas, pagi sampai sore hari ia tuluskan dirinya untuk memberi secercah cahaya harapan bagi seluruh mahluk hidup tanpa terbebani sedikitpun. Dengannya, kami begitu ceria dan gembira hingga tiada pernah ada lara yang menyapa. Kehidupan menjadi lebih baik karena sinar yang dimilikinya.

Malu aku yang sendiri, redup tiada cahaya dalam diriku. Apalah gunanya aku hidup, jikalau hanya sebagai bumbu-bumbu pelengkap saja. Aku yang kini kecil, tiada arti dalam memberikan sesuatu bagi orang lain. Gelap aku rasakan diriku kini, tiada mampu menjadi penerang bagi yang lain. Berharap suatu ketika, aku bisa menjadi selayaknya surya cahaya, yang mampu memberi harapan bagi kebanyakan hidup orang atau setidaknya dengan sinarku nanti dapat membawaku menjadi manfaat bagi orang lain. Sempurnalah hidupku ketika mampu menjadi harapan bagi orang lain untuk kehidupannya yang lebih baik.


Air selalu ada hampir diseluruh penjuru muka bumi ini. Menyongsong kehidupan, menjadi cahaya penerang kesehatan, juga memberi sejuta keselarasan. Tiap hari kami menggunakannya untuk mandi, masak, minum, bahkan untuk buang air pun kami membutuhkannya. Begitu berharganya air sehingga dengan nilai yang melimpah tersebut, belumlah air menjadi harta seorang manusia. Patutlah sujud bersyukur kita, dapat hidup di negeri yang airnya ada dimana-mana. Namun pernahkah air berfikir akan keberadaannya, yang selalu hampir setiap waktu dimanfaatkan. Apakah pernah terbersit dalam otaknya untuk rugi memberi? Untuk sudi menyambung hidup banyak orang? Malulah kita, baru sedikit mengoleksi harta saja untuk dimanfaatkan ruginya setengah mati. Tapi air, dimanfaatkan besar-besaran dirinya oleh seluruh mahluk bumi bukannya habis menghilang diri tapi malah semakin menjadi-jadi keberadaannya.

Dimana harga diri ketika hidup terus ditakuti rugi, tahu rasa kita ketika diakhir hidup jika air meminta balasan akan kerja kerasnya selama ini. Malulah kita wahai insan-insan bangsa, rugi memikir untuk hanya berbagi sedikit dengan harta yang kita miliki kepada orang yang benar membutuhkannya. Tak pantaslah kita menyembunyikan ilmu yang baru segumpal biji tomat, yang tak akan berharga bila kita pendam sendiri. Semailah untuk yang lain agar tumbuh menjadi pohon-pohon tomat yang berharga, bukannya dipendam untuk membusuk. Seharusnya kita seperti air, “Memberi tiada batas, untung semakin berlimpah” bukannya “Rugi memberi, harta malah membelit diri”. Cukuplah hidup dalam kesederhanaan, namun berlimpah ruah akan nilai kebahagiaan yang sesungguhnya.






Picture by :


Comments

Popular posts from this blog

Kumpulan Kata Mutiara Unik dan Menarik #Part1

Aku dan Spongebob

Pelajar Yang Berniaga