Kisah Lama Harapku
Sunyi seluruh nadi dan sanubari, bila mengingat cinta masa lalu. Apalah yang hendak dikata, bila nasi sudah menjadi bubur. Semuanya telah berakhir, tak ada yang perlu diperjuangkan kembali karena angin telah menerpanya hilang jauh entah kemana. Namun, siapalah yang mengetahui bila takdir mengetuk pintu dan datang menyapa. Berjodohlah kalian dijalan yang suci nan indah! Mungkin saja, harapan seucap sekata itu kelak dapat menjadi nyata. Kuharap suatu saat apapun yang terbaik dapat terwujud bagi kita berdua. Setidaknya kebahagiaan semoga selalu bersamamu, sang kekasih.
Namun, kupikir pantaskah aku bersamamu kembali? Dulu menjadi
kekasih seumur jagung saja, aku belum mampu membuatmu bahagia. Apalagi nanti,
takut aku setengah mati membawamu sang permaisuri menjadi melarat terbelit tali
siksa kehidupan. Tak pantaslah aku, seorang laki-laki cupu berkarat yang tak
berharga menjadi pendamping hidupmu. Bukankah aku hanya seorang pemuda biasa
yang masih berjuang rajin malas menggapai untaian cita nan angannya di atas
langit? Tak ada apapun yang aku miliki untuk jadikan sebagai jaminan hidup
kita nanti. Sawah-sawah ataukah harta, keduanya belumlah tergenggam erat dalam
kepalan tangan kurusku ini. Sulit seperti didekap perihnya ikatan tali erat dan
tusukan pisau-pisau yang merobek tubuh ketika aku harus melupakan apa yang
telah lalu. Namun, bila ananda telah sudi merubah cinta lama kita sebagai
khayalan busuk yang basi, jadikanlah rongsokan kenangan kita sebagai masa-masa
yang tiada pernah berarti didalam hidup ananda.
Pernah aku merasa, air tak sengaja jatuh dari kedua mataku
membuat sembab sehari semalaman. Kupikirkan, kenapa aku terlalu sangat menyayanginya?
Hingga mampu membuatku suatu waktu seperti ditampar seribu kali membuat pelipis
bergurat garis-garis darah lalu disiksa hingga badan terasa tak karuan lagi
ditendang mulutku hingga gigi bertaburan, patahlah paru-paruku terkena hempasan
kayu, pusinglah aku seperti kepala diinjak dan entah ada dimana ketika kepala
sekali lagi seakan terbelah dua oleh lembutnya setongkat besi baja yang
menghempas, lalu pengamlah aku setengah mati dan jiwa seakan hidung dipencet
selama mungkin hingga aku sesak, sesak tak mampu menghirup udara lagi.
Hilanglah akalku sehingga aku mampu melupakanmu, hina aku dalam berfikir
seperti itu. Walau aku tahu tak ada rasa lagi dalam dirimu kepadaku, perih sakit
aku rasakan. Namun, hendaklah kamu mengetahui bahwa cintaku tak pernah ku coba
main-main layaknya pria-pria nakal. Setidaknya aku setia menjagamu, dibanding
pria bajingan pengecut yang pernah ada dimuka bumi ini. Aku ingat satu hal, ketika
melihat kamu tersenyum indah diriku serasa tak pernah sedih dan khawatir.
Setidaknya walau kamu tertawa bahagia dengan yang lain, aku tak pernah merasa
sesal tak bersamamu lagi karena aku tahu setidaknya kamu telah menemukan
seseorang yang jauh lebih baik dibanding diriku.
Picture by :
Comments
Post a Comment